Kontroversi PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023

PLEADS FH Unpad
13 min readJun 23, 2023

--

Bentuk Negasi Dari Otonomi Pendidikan Tinggi dan Dosen : Lanjut atau Putar Balik?

A. Pendahuluan

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang memiliki peran penting dalam menjalankan roda kehidupan. Salah satu penunjang maju atau tidaknya peradaban suatu negara yakni melalui kualitas pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan menjadi prioritas Bangsa Indonesia. Hal ini tertuang dalam Alinea ke-4 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Mewujudkan Hal tersebut menjadi sebuah kenyataan merupakan upaya bersama tetapi lebih khususnya adalah pemerintah sebagai organisasi yang diberikan kewenangan secara sah untuk mengatur dan mengurus atas pendidikan di Indonesia.

Mengingat pentingnya pendidikan maka pemerintah membuat karakteristik khusus di dalam peraturan-peraturan pendidikan salah satunya adalah Undang Undang №12 Tahun 2012 (UU №12 Tahun 2012) Tentang Pendidikan Tinggi, muatan penting pada peraturan tersebut adalah Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik, dan Otonomi Keilmuan. Maka dari itu, kerja dosen sebagai tenaga pengajar pendidikan tinggi ini didasarkan pada prinsip kolegialitas dan etika ilmiah yang kuat, dan bukan didasarkan pada aspek administratif, birokratis, dan teknokratisme.

Dewasa ini, justru Pemerintah dalam hal ini melakukan rebirokratisasi penyeragaman seluruh jabatan fungsional ASN. Adapun PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 tersebut dibentuk dengan menggunakan metode omnibus law. Pengaturan yang paling mencolok dari permen ini adalah pemangkasan kelompok jabatan ASN menjadi tiga kelompok saja yang meliputi bidang keahlian, keterampilan, dan teknisi. Adapun pengelompokan tersebut ditujukan agar dapat memperlincah gerakan birokrasi bagi ASN fungsional.

Melalui pengesahan PermenPAN-RB ini menjadikan status ASN seorang dosen sebagaimana status ASN pada pegawai pemerintahan pada umumnya. Bukan tanpa kritik, kalangan akademisi dan dosen berstatus ASN menyatakan bahwa penyeragaman aturan birokratisasi justru berpotensi kontraproduktif bagi kinerja dosen sebagai tenaga pendidik. Hal ini disebabkan oleh dominasi pandangan pembuat regulasi bahwa universitas dan lembaga akademik lainnya hanya dianggap sebagai lembaga birokratis dan administratif pemerintahan, sehingga mengabaikan peran dan fungsi khas universitas dalam menjalankan misi tri dharma perguruan tinggi.

B. Menilik Kembali Kejanggalan PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023

Ada beberapa poin dari berlakunya PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 yang dianggap masih memerlukan pertimbangan lebih lanjut antara lain:

  1. Less Meaningful Participation

PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 telah diundangkan pada tanggal 12 Januari 2023. Regulasi yang berbentuk peraturan menteri tersebut telah resmi menjadi dokumen peraturan perundang-undangan dan hanya menunggu waktu untuk mulai diberlakukan. Dalam konteks pembuatan peraturan perundang-undangan, asas-asas pembentukan harus menjadi perhatian (concern) dan wajib untuk ditaati. Asas-asas tersebut tercantum dalam Pasal 5 Huruf a hingga Huruf g Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Salah satu asas yang krusial adalah asas keterbukaan.

Asas keterbukaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan erat kaitannya dengan nomenklatur meaningful participation atau partisipasi bermakna. Dalam tataran idealnya, PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 tentu wajib hukumnya untuk tunduk dalam asas tersebut. Namun, realita berbicara lain. Semenjak ditetapkan dan diundangkan, PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 menimbulkan gejolak reaksi di kalangan akademisi seperti guru dan dosen yang menjadi subjek peraturan tersebut. Reaksi dan respon yang diberikan cenderung sama, yaitu mengkritisi aspek tidak terpenuhinya asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik atau dengan kata lain adalah kritik pada tataran formil. Terlebih, asas partisipasi bermakna yang harus dipastikan dipenuhi sebagai bagian dari pemenuhan asas keterbukaan.

PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 dirasa tidak memenuhi asas partisipasi bermakna. Asas ini merupakan salah satu asas formil dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana termaktub dalam Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 yang berbunyi :

“Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/ atau tertulis dalam setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.”

Lebih lanjut daripada itu, asas partisipasi bermakna atau meaningful participation memiliki beberapa indikator dalam pengimplementasian. Dalam Putusan MK №91/PUU-XVIII/2020, Mahkamah Konstitusi mengartikan meaningful participation sebagai: (1) hak masyarakat untuk didengarkan pendapatnya, (2) hak masyarakat untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan (3) hak masyarakat untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.

PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 patut untuk mendapatkan perhatian, khususnya dari segi formil. Keterlibatan dosen sebagai elemen yang turut diatur dalam ketentuan PermenPAN-RB ini terutama yang berkaitan dengan perguruan tinggi harus diperhatikan dan dijunjung tinggi. Profesor Susi Dwi Harijanti, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, ikut memberikan pernyataan yang sejalan. Beliau turut mengkritisi serta mempertanyakan mengenai telah terpenuhi atau tidaknya hak bagi dosen dan akademisi yang berstatus ASN untuk didengar, dipertimbangkan, dan mendapatkan penjelasan apabila pendapatnya ditolak dalam proses pembentukan PermenPAN-RB tersebut.

PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 menjadi sebuah polemik. Tidak diketahui secara pasti apakah dalam proses pembentukan atau tataran formil, Permen ini telah tunduk pada UU No 13 Tahun 2022. Menurut Prof. Susi, Permen yang masuk dalam kategori peraturan perundang-undangan ini seharusnya tunduk pada asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan serta asas-asas materi muatan atau materiil.

2. Dampak Metode Omnibus Law Terhadap PermenPAN-RB №1 Tahun 2023

Menurut Undang-Undang No 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, metode omnibus law sendiri merupakan sebuah metode penyusunan undang-undang baru dengan memuat materi muatan baru atau mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan maupun kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan yang jenis hingga mencabut Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama. Sejatinya semangat metode omnibus law ini baik, karena teknik penyusunan perundang-undangan menggunakan metode tersebut bertujuan mengatasi problem obesitas dan disharmoni regulasi. Tetapi jika menjalankannya tidak semudah yang dibayangkan. Sebab akan kurangnya ketelitian dan kehati-hatian dalam perumusan setiap norma pasalnya karena peraturan yang terdampak yang akan direvisi cukup banyak.

Dalam Pembentukannya PermenPAN-RB №1 Tahun 2023 menggunakan metode omnibus law menyederhanakan 293 PermenPAN-RB menjadi satu. Dari berbagai aturan yang mengatur jabatan fungsional ASN dengan karakteristiknya masing-masing dibuat menjadi homogen, hal ini jelas akan berdampak, karena bagaimana bisa angka skor kredit Dosen dengan karakteristik kekhususannya disamakan dengan profesi jabatan fungsional ASN lainnya seperti Pustakawan.

3. Bentuk Negasi Dari Peraturan Khusus yang Mengatur Otonomi Pendidikan Tinggi

Pada pembahasan sebelumnya, PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 menggunakan metode omnibus law yang menyatukan beberapa regulasi dari peraturan-peraturan sebelumnya. Artinya, peraturan menteri ini akan menjadi satu pintu regulasi dari beberapa peraturan yang diubah. Sejatinya, PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 menyatukan beberapa peraturan yang mengatur pekerjaan dan profesi. Salah satu peraturan yang diambil dan diubah merupakan peraturan yang mengatur kinerja akademisi seperti dosen. Hal tersebut akan berimplikasi kepada dunia pendidikan terkhususnya perguruan tinggi.

Dalam pemaparan pendahuluan telah ditekankan bahwasannya pendidikan merupakan salah satu aspek yang memiliki peran penting dalam menjalankan roda kehidupan dan penunjang peradaban. Namun, PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 seakan-akan tak memegang prinsip tersebut. Kondisi realita yang terjadi menunjukkan peraturan menteri tersebut menyamaratakan beberapa jenis pekerjaan atau profesi, seperti radiographer, budayawan, dosen, teknisi, dan masih banyak lagi. Padahal, sektor pendidikan di Indonesia harus mendapatkan perhatian lebih daripada sektor lain yang telah diatur dalam UUD 1945.

UUD 1945 sebagai landasan konstitusi negara Indonesia telah mengisyaratkan bahwa sektor pendidikan lebih diutamakan daripada sektor lain. Hal tersebut terefleksi melalui ketentuan Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945yang berbunyi :

“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”,

Anggaran pendidikan yang lebih diprioritaskan menunjukkan betapa pentingnya sektor pendidikan di Indonesia. Dalam konteks pendidikan perguruan tinggi, Indonesia sejatinya telah mengatur regulasi khusus yang berbentuk undang-undang yaitu Undang-Undang №12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi. Sejalan dengan UUD 1945 yang memprioritaskan sektor pendidikan dari segi anggaran, UU 12/2022 juga memberikan isyarat untuk mengedepankan sektor pendidikan. Pasal 8 Ayat (1) mendalilkan :

“Dalam penyelenggaraan Pendidikan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan.”

Ironi sekali ketika melihat PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 yang menyatukan beberapa peraturan yang mengatur pekerjaan dan profesi, turut memukul rata profesi dosen dengan profesi lainnya. Hal tersebut tentu tidak sesuai dengan kondisi ideal yang telah diatur. Jika menelisik lebih dalam, pembentukan PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 ternyata tidak mempertimbangkan regulasi khusus terkait sektor pendidikan seperti Pasal 31 Ayat (4) dan UU 12/2012.

PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 tersebut seperti tak memperhatikan hierarki peraturan perundang-undangan. Dalam hukum, terdapat sebuah asas yaitu Lex Superior Derogat Legi Inferiori yang berarti peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Peraturan menteri itu tampaknya telah melanggar asas hukum tersebut. Muhammad Isnur selaku ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) turut melontarkan persepsi bahwa peraturan menteri tersebut mencederai konstitusi dan sebuah bentuk negasi atau antitesis dari otonomi dunia pendidikan di Indonesia.

4. Kontraproduktif Dengan Tujuan Peraturan Dibuat

Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkadang memiliki itikad baik untuk kemaslahatan masyarakat. Selaras dengan hal tersebut, PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 pun memiliki tujuan baik untuk memperbaiki kekurangan dalam konteks beban administrasi yang ditujukkan ke ASN termasuk dosen. Peraturan menteri ini lantas mengintegrasikan ihwal administrasi sebagai bukti konkret dari solusi permasalahan beban administratif yang rumit. Hal tersebut menimbulkan kesan positif karena terjadi sebuah reformasi dalam hal birokrasi. Namun, tujuan yang baik ternyata belum diimbangi dengan realisasi yang sempurna.

Sejak diundangkan pada bulan Januari 2023, PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 gencar disosialisasikan kepada seluruh pihak terkait termasuk dosen. Ketika menelisik lebih jauh, peraturan menteri ini menuai kritikan dari berbagai dosen dalam perealisasiannya. Kebijakan peraturan menteri ini, usut punya usut, justru membebani dosen dengan kewajiban menginput ulang data tridarma yang sangat banyak ke dalam sistem baru, dalam waktu yang sangat sempit, dan dengan sanksi yang sangat berat, yaitu hangusnya semua data yang selama ini telah diinput ke sistem sebelumnya.

PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 menjadi hipokrit. Alih-alih mengupgrade sistem aplikasi terdahulu yang berisikan database dosen agar otomatis dapat pindah ke sistem yang baru, peraturan menteri ini justru melimpahkan beban pemindahan tersebut ke dosen secara manual. Dosen justru ditambah bebannya hanya untuk pemindahan database. Ketika ada perubahan dalam penilaian jabatan fungsional, para dosen lagi-lagi disibukkan dengan pengisian administrasi. Ironisnya, pemindahan secara manual tersebut memiliki jangka waktu yang relatif pendek.

5. Bertentangan dengan Teori Good University Governance

Selanjutnya, salah satu dasar hukum pembentukan PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (UU №5 Tahun 2014). Apabila kita menilik lebih jauh, ada beberapa kejanggalan yang perlu menjadi sorotan khusus. Kode etik yang terdapat dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e UU No 5 Tahun 2014 dimaknai bahwa Pegawai ASN melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau pejabat yang berwenang selama perintah ini tidak bertentangan dengan etika pemerintahan dan peraturan perundang-undangan yang ada. Tak hanya itu, Pasal 9 UU No 5 Tahun 2014 memberikan pedoman yang sejalan yakni kebijakan yang dilakukan oleh pegawai ASN telah ditetapkan oleh pimpinan instansi pemerintah. Terbitnya PermenPAN RB №1 Tahun 2023 tentang jabatan fungsional ini mengubah tugas ASN secara fundamental. Khususnya terkait dosen sebagai ASN, kini dosen secara fungsional melaksanakan tugas organisasi untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi. Dosen tidak lagi menjalankan tugasnya sebagai individu, namun menjadi bagian dari tujuan institusinya. Hal ini berdampak pada pengukuran kinerja dosen yang akan dievaluasi oleh pimpinan perguruan tinggi. Dengan demikian, dosen dengan status ASN wajib mematuhi perintah atasannya yaitu Rektorat dan kebijakan yang dilaksanakan semata-mata hanyalah kebijakan dari pimpinan. Keadaan demikian dianggap tidak menghargai otonomi perguruan tinggi yang memiliki keunikan dan karakter yang independen. Dengan adanya kejanggalan-kejanggalan ini, peluang intervensi politik maupun ekonomi terhadap birokrasi perguruan tinggi telah terbuka.

Hal ini menjadi celah kritik apabila dilihat dari Prinsip Good University Governance. Teori ini berakar dari konsep good governance yang identik diterapkan bagi urusan pemerintahan. Namun, seiring berjalannya waktu prinsip ini diperluas penerapannya. Secara sederhana, good university governance dapat dipandang sebagai penerapan prinsip-prinsip dasar konsep “good governance” dalam sistem dan proses governance pada institusi perguruan tinggi, melalui berbagai penyesuaian yang dilakukan berdasarkan nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dalam penyelenggaraan perguruan tinggi secara khusus dan pendidikan secara umum. Prinsip Good University Governance memiliki beberapa unsur yang harus dipenuhi seperti partisipasi, orientasi terhadap konsensus, akuntabilitas, transparansi, responsif, efektif dan efisien, persamaan derajat dan inklusif, dan supremasi hukum.

Partisipasi secara aktif berpotensi tidak dapat dilakukan oleh dosen ASN dalam usaha perencanaan maupun pelaksanaan suatu program karena harus mematuhi kode etik pada UU No 5 Tahun 2014. Unsur orientasi terhadap konsensus pun pada akhirnya terpengaruh karena berkaitan dengan proses pengambilan keputusan atas kebijakan penyelenggaraan perguruan tinggi. Proses ini seharusnya diambil berdasarkan kesepakatan atau konsensus stakeholders perguruan tinggi. Permen ini juga membuka potensi ketidakefektifan fungsi pendidikan karena perubahan mutu akademik akibat intervensi politik maupun ekonomi.

C. Dampak positif kebijakan PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 terhadap birokrasi dan efisiensi

Walaupun terdapat banyak polemik terhadap PermenPAN-RB, perlu juga diapresiasi beberapa hal, yakni yang pertama adalah Penyederhanaan Sistem Administrasi Kebijakan. PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 yang mengatur prosedur evaluasi birokrasi dilakukan dengan proses yang panjang dan lama, harus mengukur proses dan kepatuhan, serta fokus pada pengumpulan laporan. Terdapat 259 indikator proses dan administratif yang perlu diisi serta ribuan lembar laporan yang perlu disampaikan pada evaluasi sebelumnya. Hal ini membuat proses administratif lama dan tidak efisien. Namun sekarang, hanya ada 26 indikator hasil yang akan dinilai. Menurut Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas pada acara Sosialisasi dan Asistensi RB Tematik dan Perubahan Road Map Reformasi Birokrasi 2020–2024, penyederhanaan indikator ini menghasilkan efisiensi anggaran yang cukup besar yakni mencapai setidaknya 150 miliar rupiah per tahun yang dapat digunakan untuk membiayai program pembangunan yang lebih berdampak.

Kedua, dengan terbitnya Permen ini mendorong kinerja para ASN agar bisa setara dengan negara-negara maju yang lebih menekankan pada output, bekerja fleksibel, serta birokrasi berdasarkan digital. Hal ini disampaikan oleh Menteri Anas bahwa kebijakan ini tidak akan merugikan pihak manapun, tetapi menjadi momentum simplifikasi regulasi demi birokrasi profesional dan berkelas dunia. Adanya PermenPAN-RB ini mengakomodasi usulan dan harapan dari semua ASN jabatan fungsional di seluruh Indonesia.

Salah satu upaya transformasi tata kelola jabatan fungsional yaitu yang pertama, tugas dan ruang lingkup kegiatan, simplifikasi ruang lingkup tugas jabatan fungsional berbasis pada ekspektasi kinerja, pola karir jabatan fungsional berbasis pada talent mobility dalam pola karir horizontal maupun vertikal dan lain-lain. Hal ini sejalan dengan agenda pengelolaan birokrasi pemerintah yang berfokus pada pembangunan SDM yang berkinerja tinggi, dinamis, terampil dan menguasai teknologi. Selanjutnya, penyederhanaan birokrasi yang diterjemahkan dengan memangkas level birokrasi menjadi 2 level yakni penyetaraan pejabat struktural ke pejabat fungsional, serta penyesuaian mekanisme sistem kerja birokrasi.

Penyederhanaan birokrasi ini diharapkan dapat memberikan dampak yang luas terhadap transformasi institusi yang bersih, akuntabel, efektif, efisien, berkinerja tinggi, serta pelayanan yang berkualitas. Dengan diterbitkannya Permen ini diharapkan akan ada lompatan besar dan perubahan mindset yang dahulu lebih berorientasi pada kredit menjadi orientasi pada kinerja yang lebih lincah dinamis dan produktif.

D. Studi Komparasi

Dosen mempunyai fungsi yang tertera dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Jika dibandingkan dengan di negara-negara maju, fungsi yang dijalankan adalah sama saja. Untuk fungsi pertama dan kedua, dosen di luar negeri jelas juga mengajar dan meneliti. Terkait dengan fungsi ketiga, di beberapa negara tidak disebutkan secara eksplisit bahwa dosen harus melakukan kegiatan pengabdian masyarakat. Namun jika diamati, rata-rata dosen di mancanegara menjalin kerjasama dengan industri dan perusahaan besar.

Perbedaan yang mencolok antara dosen di Indonesia dan luar negeri adalah pada entry level. Indonesia memiliki persyaratan untuk menjadi dosen yakni gelar magister, sedangkan di luar negeri adalah doktor atau Ph.D. Kualifikasi dosen di luar negeri cukup tinggi karena seorang dosen juga diharapkan untuk menjadi seorang peneliti. Berbeda dengan peneliti di industri yang harus menyesuaikan dengan kebutuhan perusahaan yang sifatnya lebih independen.

Dosen di luar negeri mempunyai produktivitas yang sangat tinggi dan rata rata sudah menerbitkan jurnal ilmiah internasional. Menurut data dari SCImago, jumlah publikasi ilmiah di Indonesia pada tahun 2014 adalah 5.499 makalah. Bahkan jika dibandingkan dengan negara kecil seperti Belanda, jumlah publikasi ilmiah mereka sejumlah 50.732, hampir 10 kali lipat dari Indonesia, dan dosen di Indonesia rata rata hanya mampu menghasilkan 3–5 jurnal ilmiah.

Hal demikian disebabkan oleh tuntutan kebijakan yang mengharuskan dosen di Indonesia mengurus hal-hal yang bersifat administratif. Sementara apabila melihat kebijakan perguruan tinggi di luar negeri, dosen tidak dibebankan oleh kewajiban mengurus persoalan administratif seperti yang diberlakukan oleh kebijakan di Indonesia. Terutama dalam rangka mengurus kenaikan jabatan fungsional, pada kebijakan baru yang dimuat dalam PermenPAN-RB ini dosen masih dituntut untuk mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi.

Selain itu, prinsip kebebasan akademik menjadi salah satu prinsip yang dijunjung tinggi dalam lingkup pendidikan, salah satunya di Inggris. Prinsip-prinsip kebebasan akademik ini diartikulasikan dalam sebagian besar statuta-statuta universitas di Inggris. Kebebasan akademik Inggris diatur di dalam undang undang reformasi Pendidikan (Education Reform Act 1988) yang mengakui hak hukum akademisi di Inggris untuk mempertanyakan dan menguji pandangan konvensional yang diterima dan untuk mengajukan ide-ide baru dan pendapat kontroversial atau tidak populer tanpa menempatkan diri mereka dalam bahaya kehilangan pekerjaan atau kehilangan hak istimewa yang mungkin mereka miliki. Di Amerika kebebasan akademik tidak kalah dijunjung tinggi. Dosen bisa bebas mengajarkan apapun di kelas, para akademisi tidak takut menyampaikan kritik terhadap penguasa maupun otoritas agama.

Menurut KIKA konteks penilaian angka kredit dosen ASN dengan ASN profesi lainnya harus dibedakan karena perbedaan nilai yang ingin dicapai oleh dosen berbeda dengan ASN lainnya. Maka dari itu akan lebih bijak apabila perguruan tinggi diberikan hak otonomi dalam bidang keilmuan selain bidang keuangan. Hal ini dikhususkan demi mengedepankan pelaksanaan kegiatan akademik sesuai dengan nilai tridharma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat) dibandingkan berfokus pada kegiatan administratif demi menyongsong kenaikan jabatannya.

Di Indonesia sendiri kebebasan akademik masih dinilai kurang cukup baik, banyak sekali persekusi dan ancaman teror terhadap akademisi dan dosen jika mereka membicarakan isu-isu sensitif seperti mengkritik pemerintah. Dicontohkan oleh kasus peretasan dan teror terhadap panitia dan pembicara diskusi Constitutional Law Society (CLS) FH UGM. Serangan tersebut diduga karena tema diskusi yang berjudul “Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan” bernuansa makar. Namun, walaupun judul diskusi telah diubah menjadi “Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan” tetap saja diskusi diharuskan untuk batal. Respon ketakutan (alergi) dengan adanya tindakan peretasan dan teror dinilai berlebihan, apalagi hanya untuk mencegah diskusi akademis yang membahas mekanisme pemakzulan dari aspek Hukum Tata Negara.

Di negara kita Indonesia, kebebasan akademik selalu dan dapat dikaitkan dengan pasal 8 UU №12 Tahun 2012 Tentang pendidikan tinggi dengan bunyi pasal sebagai berikut:

“Dalam penyelenggaraan Pendidikan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan.”

Adanya hubungan atasan dan bawahan dibandingkan hubungan kolegial antara para dosen serta adanya ketentuan bahwa skor kredit didasarkan penilaian atasan (dalam hal ini rektor), maka PermenPAN-RB ini berpotensi besar merepresi kebebasan akademik dan mendikte dosen karena seluruh kegiatan dan penilaian akan tergantung pada kebijakan atasan. Dengan kata lain, dosen ASN akan sulit untuk dapat mengungkapkan pengetahuan dan pandangan akademisnya secara bebas hanya karena kebijakan atasan dan bayang-bayang ancaman terhadap karirnya.

E. Kesimpulan

PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 akan diberlakukan pada tanggal 1 Juli 2023. Masih ada waktu bagi pemerintah untuk mengevaluasi regulasi ini sebelum kemerdekaan otonomi pendidikan perguruan tinggi direnggut. Permen ini memiliki nilai positif bagi jabatan fungsional ASN karena memberikan kemudahan birokrasi, namun tidak dengan ASN yang bekerja pada bidang pendidikan terutama perguruan tinggi. Generalisasi subjek hukum ASN seperti dosen, pustakawan, dan jaksa pada PermenPAN-RB Nomor 1 Tahun 2023 tidak dapat diseragamkan. Permen ini menimbulkan ketidakadilan bagi dosen karena Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan rektor serta pimpinan lembaga pendidikan lainnya diposisikan bukan sebagai mitra melainkan layaknya atasan.

Padahal sejatinya karakteristik dari mekanisme kerja dosen sebagai tenaga pengajar pendidikan tinggi ini didasarkan pada prinsip kolegialitas dan etika ilmiah yang kuat, dan bukan didasarkan pada aspek administratif, birokratis, dan teknokratisme. Alangkah bijak apabila regulasi terkait dosen dengan status ASN dibuat secara terpisah dengan lebih memperhatikan hak, kewajiban, tujuan, dan kreativitas perguruan tinggi yang memiliki otonomi pendidikan yang merdeka. Selain itu pelaksanaan asas partisipasi masyarakat wajib dipenuhi sebagai landasan pembentukan peraturan perundang-undangan agar regulasi yang dibentuk memiliki muatan formil dan materil yang efektif.

Oleh:

Nadira Karisma Ramadanti*

Fadel Imam Muttaqin*

Alvin Ali Himawan**

Kayla Baria Nandhita**

Rakha Ananta **

*Penulis adalah Staff Biro Kajian PLEADS Board ke-12, pandangan dalam tulisan ini mewakili pandangan pribadi, setiap kesalahan kembali pada penulis.

**Penulis adalah Staff Departemen Kajian Strategis BEM Kema Unpad 2023, pandangan dalam tulisan ini mewakili pandangan pribadi, setiap kesalahan kembali pada penulis.

Daftar Pustaka dapat dilihat di:

https://docs.google.com/document/d/1KxAYz1V3zi-_ZGhYv-RLhejwwk5i59ZEwubNGZYcAGI/edit?usp=sharing

--

--

PLEADS FH Unpad
PLEADS FH Unpad

Written by PLEADS FH Unpad

Padjadjaran Law Research and Debate Society (PLEADS) FH Unpad merupakan UKM yang menaungi kegiatan pengkajian penelitian dan berbagai perlombaan hukum.

No responses yet